Jong Java
Sejarah
1915 - 1921
Pada saat didirikan, ketuanya adalah Dr. Satiman Wirjosandjojo, dengan wakil ketua Wongsonegoro, sekretaris Sutomo dan anggotanya Muslich, Mosodo dan Abdul Rahman.[2] Tri Koro Dharmo bertujuan untuk mempersatukan para pelajar pribumi, menyuburkan minat pada kesenian dan bahasa nasional serta memajukan pengetahuan umum untuk anggotanya. Hal ini dilakukan antara lain dengan menyelenggarakan berbagai pertemuan dan kursus, mendirikan lembaga yang memberi beasiswa, menyelenggarakan berbagai pertunjukan kesenian, serta menerbitkan majalah Tri Koro Dharmo.TKD berubah menjadi Jong Java pada 12 Juni, 1918 dalam kongres I-nya yang diadakan di Solo,[2] yang dimaksudkan untuk bisa merangkul para pemuda dari Sunda, Madura dan Bali. Bahkan tiga tahun kemudian atau pada tahun 1921 terbersit ide untuk menggabungkan Jong Java dengan Jong Sumatranen Bond, namun upaya ini tidak berhasil.[3]
Oleh karena jumlah murid-murih Jawa merupakan anggota terbanyak, maka perkumpulan ini tetap bersifat Jawa dan terlihat dalam kongres II yang diadakan di Yogyakarta pada tahun 1919 yang dihadiri oleh sedikit anggota yang tidak berbahasa Jawa. Namun dalam kongres ini dibicarakan beberapa hal besar antara lain:
- Milisi untuk bangsa Indonesia
- Mengubah bahasa Jawa menjadi lebih demokratis
- Perguruan tinggi
- Kedudukan wanita Sunda
- Sejarah tanah Sunda dan
- Arti pendirian nasional Jawa dalam pergerakan rakyat[3]
1921 - 1929
Dalam semua kongres yang pernah diadakan, perkumpulan ini tidak akan ikut serta dalam aksi politik, dimana hal ini ditegaskan dalam kongresnya yang ke-V, pada tahun 1922 di Solo, Jawa Tengah, bahwa perkumpulan ini tidak akan mencampuri politik ataupun aksi politik.[3]Namun pada kenyataannya perkumpulan ini mendapatkan pengaruh politik yang cukup kuat yang datang dari Serikat Islam (SI) di bawah pimpinan Haji Agus Salim. Dalam kongresnya pada tahun 1924, pengaruh SI semangkin terasa sehingga mengakibatkan beberapa tokoh yang berpegang teguh pada asas agama Islam akhirnya keluar dari perkumpulan ini dan membentuk Jong Islamieten Bond (JIB).[3]
Pada tahun 1925 wawasan organisasi ini kian meluas, menyerap gagasan persatuan Indonesia dan pencapaian Indonesia merdeka. Pada tahun 1928, organisasi ini siap bergabung dengan organisasi kepemudaan lainnya dan ketuanya R. Koentjoro Poerbopranoto, menegaskan kepada anggota bahwa pembubaran Jong Java, semata-mata demi tanah air.[4] Oleh karena itu, maka terhitung sejak tanggal 27 Desember, 1929, Jong Javapun bergabung dengan Indonesia Moeda[4]
|
||||||
![]() |
||||||
Jong Java (Perubahan Arah Jong Java dari Non Politik ke Politik Persatuan Indonesia, Tahun 1918-1930)
Jong Java
(Perubahan Arah Jong Java dari Non Politik ke Politik
Persatuan Indonesia, Tahun 1918-1930)
Sejak tahun 1908-1925 di
Indonesia bermunculan organisasi modern dikalangan elite pelajar seperti Budi
Utomo yang pada masanya menjadi organisasi modern pertama, dengan munculnya
Budi Utomo menjadi contoh di kalangan pelajar muda untuk mendirikan organisasi
kepemudaan. Karena Budi Utomo merupakan organisasi golongan tua, sehingga para
pemuda juga bergegas perlu adanya organisasi bagi para pemuda. Organisasi kepemudaan
seperti Jong Java (Tri Koro Dharmo) merupakan salah satu organisasi yang masih
bersifat kedaerahan. Jong Java memiliki peran dan pengaruh yang besar terhadap
penyatuan pemuda. Pada awal berdirinya tahun 1915, organisasi ini bergerak di
bidang sosial,pendidikkan, budaya dan olah raga, namun seiring dengan
perkembangan semangat nasionalisme untuk lepas dari pengaruh Belanda, Jong Java
mulai terpengaruh dengan aktifitas politik untuk memperoleh kemerdekaan, karena
untuk memperoleh kemerdekaan perlu ikut serta dalam aktifitas politik. Pada
tahun 1925, Jong Java mulai terpengaruh dengan aktifitas politik yang menjadi
awal perubahan arah Jong Java dari non politik ke politik persatuan Indonesia.
Perubahan arah tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti, karena
perubahan arah yang dilakukan Jong Java belum ada yang mengulas secara detail.
Dari latar belakang di atas muncul dua rumusan masalah: pertama mengapa Jong
Java melakukan perubahan dari non politik ke politik persatuan Indonesia, kedua
Bagaimana aktivitas politik Jong Java dalam upaya menuju penyatuan
organisasi-organisasi kepemudaan Indonesia.
Penelitian
ini menggunakan metode sejarah yang diawali dengan tahap heuristik, dalam tahap
ini melakukan pengumpulan sumber atau data berupa koran sejaman dan buku
yang terkait, kemudian data tersebut diuji kevaliditasannya dengan kritik
intern yaitu pengujian dari isi data dan mengubah data menjadi fakta, kemudian
fakta-fakta yang terkumpul diinterpretasikan dengan kronologis antara fakta
yang satu dengan yang lain, dan ditahap historiografi dihasilkan sebuah laporan
dari hasil penelitian sejarah tentang “ Jong Java (Perubahan arah Jong Java
dari non politik menjadi politik Persatuan Indonesia Tahun 1918-1930)”.
Dari hasil penelitian yang telah di lakukan penulis, maka ditemukan
beberapa poin yang dapat dijadikan jawaban atas rumusan masalah diatas. Jong
Java merupakan organisasi non politik dan masih bersifat kedaerahan, dan
tujuan awalnya untuk menyatukan Jawa Raya saja. Perubahan ke arah politik
untuk menciptakan persatuan diantara bangsa Indonesia, dan tujuannya berubah
menjadi persatuan Indonesia Raya yang menjadi langkah awal untuk melawan
pemerintahan Belanda. Jong Java melakukan perubahan ke arah politik
karena adanya pengaruh dari Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang
mempunyai pandangan dibentuknya fusi dari berbagai organisasi yang masih
bersifat kedaerahan dan bersatu untuk mencapai kemerdekaan. Jong Java sebagai
organisasi besar dan berpengaruh dalam kesadaran nasional khususnya di kalangan
pemuda, keikutsertaan Jong Java dalam kongres pemuda mendorongnya untuk ikut
dalam aktifitas politik dan ikut berfusi menjadi hasil dari perjuangannya untuk
mencapai persatuan Indonesia.
Kata kunci: Jong Java, politik, persatuan Indonesia
Pendahuluan
Studi
sejarah yang membahas masalah pergerakan nasional memang banyak yang mengulas,
terutama masalah Budi Utomo yang menjadi organisasi modern pertama.
Kelahirannya pada 20 Mei 1908 yang dikenal dengan kebangkitan nasional
menjadikan organisasi ini sebagai pelopor organisasi modern, namun tidak banyak
yang mengulas organisasi pemuda yang terinspirasi dari organisasi modern
tersebut untuk dijadikan bahan penelitian sejarah. Ulasan tentang organisasi
pemuda hanya sebagai pelengkap dari perkembangan kebangkitan nasional, sehingga
perlu adanya keterangan yang lebih lanjut untuk mengungkap pengaruh organisasi
kepemudaan yang juga berpengaruh dalam perkembangan kesadaran atau kebangkitan
nasional. Organisasi yang mereka bentuk di harapkan dapat berfungsi sebagai
penengah solidaritas sosial, penyalur cita-cita dan pemupuk cita-cita mereka.
Membahas
masalah organisasi kepemudaan terutama pada tahun 1915-1926 tidak lepas dari
Tri Koro Dharmo, karena organisasi ini merupakan organisasi kepemudaan pertama
yang lahir. Atas prakarsa Dr.R. Satiman Wirjosandjojo , Kadarman, Sunardi dan
beberapa pemuda lainnya bermufakat untuk mendirikan suatu perkumpulan pemuda
yang beranggotakan pelajar-pelajar sekolah menengah yang berasal dari Jawa dan
Madura yang sedang mengenyam pendidikan di Jakarta. Pada tanggal 7 Maret 1915
perkumpulan tersebut diberi nama Tri Koro Dharmo yang mempunyai tujuan ingin mencapai Jawa Raya dengan jalan
memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
Tri
Koro Dharmo ini menjadi penggerak organisasi kepemudaan yang mendorong para
pemuda daerah lainnya seperti Sumatra, Ambon dan lain-lain untuk mendirikan
organisasi kepemudaan yang juga didasarkan atas sifat kedaerahan. Munculnya
Jong Sumatranen bond, Jong Ambon, Jong Celebes dan lain-lain,
organisasi-organisasi tersebut lahir untuk menciptakan solidaritas atau
persatuan di antara para pelajar dari setiap daerah masing-masing, selain itu
mereka juga ingin menunjukkan identitas daerahnya melalui pelestarian budaya
dari setiap daerah. Rasa persatuan memang sudah ada, namun masih bersifat
kedaerahan, dalam perkembangan organisasi-organisasi kedaerahan tersebut
menyadari perlunya rasa persatuan Indonesia.
Berkembangnya
organisasi kepemudaan, mendorong untuk melakukan penelitian terhadap organisasi
kepemudaan lebih lanjut. Disini penulis berminat melakukan penelitian
terhadap Jong Java, karena organisasi ini merupakan organisasi kepemudaan
pertama yang mempunyai pengaruh besar terhadap persatuan organisasi-organisasi
kepemudaan Indonesia, selain itu masalah pergantian nama dari Tri Koro Dharmo
menjadi Jong Java pada tahun 1918 dan perubahan orientasi Jong Java dari non
politik ke politik persatuan Indonesia yang mulai menjadi polemik dalam tubuh
Jong Java pada tahun 1925, karena aktifitas politik sekitar tahun 1918-1930
belum menjadi hal yang umum dilakukan organisasi kepemudaan, sehingga hal
tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk mengungkap fakta yang
sebenarnya. Alasan lain yang mendorong penulis untuk meneliti Jong Java
dikarenakan organisasi ini dalam perkembangannya mempunyai semangat untuk
mewujudkan persatuan Indonesia yang dimulai dengan keikutsertaannya dalam
kongres kepemudaan dan berusaha mewujudkan cita-cita dan tujuannya sampai
melakukan fusi dengan organisasi kepemudaan lainnya untuk memperoleh
kemerdekaan.
Tri Koro Dharmo dan Organisasi Pemuda
Kedaerahan Tahun 1915-1925
Pemuda
menjadi salah satu penggerak dalam mewujudkan tujuan, dalam mewujudkan tujuan
tersebut dapat dijadikan dalam satu wadah yaitu sebuah organisasi. Dengan
adanya organisasi dapat menyatukan pemikiran maupun ideologi dari setiap
individu agar dapat mewujudkan cita-cita yang di inginkan, dengan berorganisasi
juga dapat dijadikan pembelajaran bahwasanya hidup dalam kebersamaan lebih
mudah dalam mewujudkan suatu tujuan. Pada mulanya bentuk organisasi-organisasi
pemuda tersebut berdasarkan kesukuan atau kedaerahan, yang mengutamakan ikatan
antara sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan perhatian terhadap
kebudayaan daerah masing-masing.
Perkumpulan
pemuda mengikuti jejak organisasi politik yang bertujuan kemerdekaan Indonesia,
para pemuda dengan semangatnya yang tinggi tidak ragu lagi memperjuangkan nasib
bangsanya dalam mencapai kemerdekaan. Munculnya organisasi kepemudaan tersebut
masih dalam pengawasan pihak kolonial, hal tersebut dilakukan oleh pemerintah
Kolonial untuk memastikan bahwa organisasi-organisasi tersebut tidak melakukan
perlawanan dan pemberontakan terhadap pemerintah Kolonial. Jika suatu
organisasi masih aman dan tidak membahayakan maka masih diizinkan
keberadaannya, namun jika organsasi tersebut dirasa membahayakan maka wajib
dibubarkan.
Muda
dan terpelajar menjadi bobot tersendiri dalam lahirnya organisasi pemuda, muda
saja tidak cukup untuk mewujudkan suatu tujuan yang nyata. Karena setiap pemuda
mempunyai caranya sendiri untuk menentukan tujuan hidupnya, dengan dibekali
pelajaran dan mengenyam pendidikan yang tinggi menjadi nilai plus untuk
menjadi pemuda yang mempunyai bobot yang lebih.
Di
Hindia-Belanda memang tidak banyak kaum pemuda yang bisa melanjutkan
pendidikannya sampai tingkat tinggi, kebanyakan yang dapat melanjutkan
pendidikan tingkat lanjut hanya mereka yang tergolong kaum priyai, kaum
priyayai ini adalah mereka yang menjadi administratur, pegawai pemerintah dan
masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari masyarakat pada umumnya.
Muda dan terpelajar bukanlah menjadi syarat utama untuk mendapatkan pengakuan
sosial, namun bagaimana mereka mengaplikasikannya dalam lingkungan sosial.
Organisasi
pemuda yang berdiri pertama kali di kalangan pelajar pada masa itu bermula di
kota-kota besar seperti di Jakarta. Mereka menuntut ilmu dan disanalah
mereka bertemu dengan pelajar-pelajar lain yang berbeda daerah maupun
budayanya. Dengan adanya perbedaan inilah mendorong mereka untuk membentuk
suatu solidaritas menurut daerah mereka masing-masing, maka terbentuklah suatau
perkumpulan pemuda yang menjunjung tinggi kebudayaan dari masing-masing daerah.
Tri
Koro Dharmo Menjadi Jong Java
Suatu
organisasi yang beranggotakan para pemuda terpelajar dan mempunyai pendapat
yang beragam, memerlukan waktu untuk menyatukannya dan mendapatkan pemikiran
yang sejalan agar tidak terjadi perselisihan. Seperti Tri Koro Dharmo, yang
beranggotakan para pemuda dari pulau Jawa, Madura, Sunda, Bali dan Lombok.
Memiliki pendapat yang berbeda diantara anggotanya, seperti dalam hal
kebudayaan.
Tri
Koro Dharmo sebagai organisasi pemuda pertama, sejak kelahirannya pada tahun
1915. Organisasi ini tidak luput dari masalah intern, yaitu masalah bagaimana
menyelaraskan agar organisasi ini tidak bersifat Jawa sentris, karena dilihat
dari namanya saja “Tri Koro Dharmo” (Tiga Tujuan Mulia) yang berarti Sakti,
Budi, dan Bakti, sehingga tidak mengherankan jika para pemuda dari Sunda dan
Bali enggan untuk bergabung dengan Tri Koro Dharmo. Menurut Satiman
Wirjosandjojo organisasi ini hanya bersifat sementara dan dengan berjalannya
organisasi ini akan dijadikan perkumpulan pemuda seluruh Hindia-Belanda, oleh
karena itu bisa menjadi suatu organisasi yang bersifat nasional.
Pada
dasarnya Tri Koro Dharmo merupakan organisasi pemuda yang mempunyai tujuan
menjalin pertalian antara pelajar-pelajar Jawa sekolah menengah dan kursus
keguruan, menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya, serta
membangkitkan dan mempertajam perasaan untuk segala bahasa dan kebudayaan
“Hindia”. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa organisasi Tri Koro
Dharmo yang beranggotakan para pelajar dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok,
namun pada kenyataannya anggota dari Tri Koro Dharmo yang sebagian besar adalah
murid-murid sekolah menengah yang berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah lebih
menonjol karena sifat Jawa sentrisnya. Oleh karena itu pada kongresnya yang
diadakan di Solo pada 12 Juni 1918 nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong
Java yang memiliki cita-cita untuk mempersatukan semua penduduk Jawa sehingga
menjadi persatuan Jawa Raya.
Perubahan
nama Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java tersebut dimaksudkan untuk mempermudah
kerjasama antara para pemuda pelajar Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Dalam
kongres tersebut menghasilkan dua keputusan penting tentang ruang lingkup
keanggotaan dan nama organisasi serta mengenai kepengurusan. Adanya pendapat
yang sama dalam hasil kongres yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah
perubahan nama tersebut, dibutuhkan rasa solidaritas yang tinggi antar anggota,
agar tidak terjadi perselisihan diantara anggotanya. Maka Tri Koro Dharmo
diubah menjadi Jong Java, yang tidak merubah pendirian mereka untuk menyatukan
Jawa Raya, hanya saja nama dari perkumpulan pemuda ini berubah menjadi Jong
Java. Kegiatan Jong Java berkisar pada masalah-masalah sosial dan kebudayaan.
Misalnya, pemberantasan buta huruf, kepanduan, dan kesenian. Jong Java tidak
ikut terjun dalam dunia politik dan tidak pula mencampuri urusan agama
tertentu. Anggotanya dilarang menjalankan aktivitas politik atau menjadi
anggota partai politik.
Dengan
berganti nama menjadi Jong Java organisasi ini mengalami kemajuan dibidang
keanggotaannya, namun dalam perkembangannya masih terasa adanya azas kebudayaan
Jawa Raya dengan menonjolkan kebudayaan Jawa Tengah. Tetapi hal tersebut
tidak berarti bahwa Jong Java tidak memperhatikan adanya kerja sama dengan
organisasi pemuda lain, karena diantara organisasi-organisasi yang ada akan
melakukan fusi untuk membentuk suatu persiapan menuju persatuan. Perubahan nama
tersebut menunjukkan perubahan yang positif karena perhatiannya akan pentingnya
pendidikan, kedudukan wanita, keolahragaan dan kepramukaan agar semakin maju
dan berkembang.
Perkembangan Politik di Indonesia
tahun 1918-1927
24
|
Pemulaan abad 20, Indonesia masih
diajajah oleh Belanda, namun pada abad tersebut Belanda merubah kebijakan
penjajahan. Eksploitasi terhadap Indonesia tetap dilakukan tetapi dengan cara
yang berbeda yaitu dengan membuat kebijakan berupa “Politik Etis”. Politik Etis
yang dijalankan oleh pihak Belanda sejak awal abad 20, dalam usahanya
sebagai balas jasa terhadap bangsa Indonesia yang hanya sebagai kedok untuk
memberikan kekayaan terhadap Belanda. Politik Etis dilaksanakan dengan maksud
untuk mensejahterakan rakyat Hindia-Belanda yang terdiri dari edukasi, imigrasi
dan transmigrasi, namun dalam pelaksanaanya, lebih banyak menguntungkan pihak
Belanda sendiri. Selain itu masih berlakunya undang-undang produk Belanda atau
yang disebut dengan Regerings Reglement (1854-1926), semakin
mempersulit pihak masyarakat pribumi untuk lepas dari pengaruh Belanda. Salah
satu pasal dari Regerings Reglement yaitu pasal 111 yang menyebutkan larangan
adanya perkumpulan politik atau yang bersifat politik, rapat-rapatpun juga
tidak diperbolehkan membicarakan masalah politik. Hal tersebut menjadikan
masyarakat maupun para pemudanya tidak mendirikan perkumpulan politik.
Para pemuda Indonesia memang tidak
mencampuri urusan politik, karena pihak kolonial masih berpengaruh terhadap
kehidupan seluruh masyarakat Hindia-Belanda, bahkan dalam membuat sebuah
organisasi harus dalam pengawasan pihak belanda. Aktifitas politik belum begitu
berpengaruh terhadap kelompok studi pemuda, namun cita-cita untuk mencapainya
sudah ditanamkan, bukan berarti mereka tidak tertarik terhadap aktifitas
politik, namun mereka masih mempertimbangkan dengan asas non kooperatif, karena
dengan asas tersebut dapat mengancam keberadaan mereka sehingga mereka lebih
cenderung bergerak pada aktifitas sosial dan ekonomi.
Organisasi pemuda yang aktif dalam
masalah politik adalah justru mereka yang sedang belajar di Belanda yang
dinamai dengan Perhimpunan Indonesia (PI), pada awalnya Perhimpunan Indonesia
ini bernama Indische Vereeniging (1908) kemudian berubah menjadi
Indonesische Vereeniging (1922). Karena nama dengan memakai bahasa Belanda
ternyata kurang mencerminkan rasa kebangsaan Indonesia, maka pada tahun 1924
nama Indonesische Vereeniging diubah menjadi Perhimpunan Indonesia. Tujuan
perkumpulan ini adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dan berasas non
kooperasi. Antara Hatta dan anggota PI yang masih di Belanda saling berhubungan
untuk menciptakan kondisi yang labih baik, sehingga pandangan-pandangan PI kepada
organisasi-organisais politik di Indonesia bisa dijadikan gambaran untuk
merealisasikan pandangan politik dalam menciptakan kemerdekaan. PI ini
merupakan gerakan pemuda pelajar yang pertama kali berhasil menggugah kesadaran
nasional Indonesia. Ide dari PI ini sangat berpengaruh pada jalannya pergerakan
nasional, melalui mendirikan organisasi baru maupun menyebar majalah-majalah
PI. Karena status anggota PI sebagai mahasiswa membawa posisi mereka tanpa
ikatan sosial politik tertentu dan tidak memiliki kepentingan untuk
mempertahankan kedudukan, sehingga mereka tidak khawatir dalam bertindak
terang-terangan melawan pemerintah Belanda, organisasi ini juga membuat lambang
untuk Indonesia diantaranya merah putih sebagai bendera.
Latar Belakang dan Pandanngan Politik
Jong Java tentang Persatuan Indonesia
Berkiprah dalam dunia politik pada
tahun-tahun awal berdirinya Jong Java menjadi hal yang belum umum dibicarakan
dan dijadikan suatu permasalahan, karena Jong Java pada dasarnya hanyalah suatu
perkumpulan para pelajar Jawa yang sedang menuntut ilmu di Jakarta. Mereka
berkumpul untuk menciptakan persatuan diantara siswa-siswa Jawa. Bahkan dalam
kongres-kongres dari kongres I sampai VI tidak ada masalah mengenai urusan
politik.
Namun di tahun 1925 terdapat
beberapa masalah mengenai pandangan politik, hal tersebut dibahas saat
kongres ke VII yang diadakan Jong Java di Yogyakarta pada tahun 1925,
dalam kongres tersebut Hj.Agus Salim selaku tokoh Sarekat Islam melakuakan
pidato mengenai Islam dan Jong Java, dalam pidato tersebut Samsuridjal
selaku ketua kongres tersebut terpengaruh akan pidato tersebut dan
mengajukan dua usul penting, yang pertama adalah anggota-anggota yang berumur
lebih dari 18 tahun diperbolehkan ikut dalam aksi-aksi politik, kedua, agar
Jong Java memasukkan programnya memajukan agama Islam. Namun kedua usul terebut
ditolak , dan dalam kongres tersebut tetap memutuskan bahawa Jong Java tidak
berpolitik dan netral terhadap agama.
Dengan adanya penolakan usul
tersebut, maka Sam bersama para anggota yang menghendaki terjun ke dunia
politik dan ingin memajukan agama Islam mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB)
dan diketuai oleh Samsurijal sendiri. JIB ini mendapat dukungan yang besar dari
pemuda Islam yang perannya sangat penting dalam pergerakan pemuda. Hal tersebut
membuat pendirian Jong Java agak goyah dan Jong Java mengubaha arahya karena
paham Indonesia Raya mulai menjadi tujuan utama dikalangan organisasi maupun
para pemuda. Sepertihalnya Jong Java, Jong Islamieten Bond tidak mencampuri
politik praktis, namun anggota-anggotanya diperbolehkan ikut serta dalam
gerakan politik diluar JIB. Tujuan utama dari JIB adalah memajukan pengetahuan
Islam, hidup secara Islam dan persatuan Islam serta anggotanya terbuka bagi
semua orang Islam Indonesia, meskipun mengaku tidak bergerak dalam masalh
politik namun JIB di bawah pengaruh SI.
Pada tahun 1925 Jong Java mulai
terlihat akan pandangan mereka terhadap dunia politik, meskipun hanya dengan
mengikuti rapat-rapat politik namun dalam hal tersebut sudah dikatakan ikut
serta dalam lapangan politik. Keikutsertaan Jong Java dalam politik mengubah
mereka akan pandangannya untuk menyatukan Indonesia dan tidak hanya persatuan
akan daerahnya, jadi pengaruh yang ditimbulkan Jong Islamiten Bond menjadi hal
positif akan perkembangan Jong Java dan menjadi semangat baru akan
perjuangannya menuju persatuan Indonesia.
Untuk berkiprah dalam dunia politik
belum menjadi hal umum yang dilakukan onggota Jong Java, karena pada dasarnya
mereka hanya sebuah organisasi kedaerahan sehingga untuk masuk dunia politik
perlu adanya pertimbangan khusus. Jika JIB merupakan gambaran dari Sarekat
Islam, maka Jong Java merupakan gambaran dari Budi Utomo yang sama-sama belum
benar-benar berpolitik, beda halnya dengan Sarekat Islam yang secara terang-terangan
sudah mendirikan partai politik.
Kesimpulan
Bangkitnya kesadaran nasional di
Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi modern seperti Budi Utomo,
organisasi ini menjadi pendorong para pelajar muda untuk mendirikan organisasi
kepemudaan. Lahirnya Jong Java yang di ilhami dari Budi Utomo menjadi
organisasi kepemudaan pertama yang lahir dikalangan pemuda.
Jong Java merupakan organisasi
kedaerahan yang merupakan pergantian nama dari Tri Koro Dharmo, perubahan nama
tersebut tidak menjadi penghalang akan perkembangan Jong Java, karena bukan
tanpa alasan mereka merubah nama juga demi kepentingan bersama, organisasi ini
beranggokatan siswa-siswa khususnya yang berasal dari Jawa. Lahirnya Jong Java
dijadikan contoh organisasi kedaerahan lainnya yang juga ingin mempersatukan
dan berkumpul berdasarkan daerah asal mereka. Jong Java memang organisasi
kedaerahan, namun organisasi ini mempunyai cita-cita mempersatukan Indonesia
dengan dimulai dari mempersatukan siswa-siswa Jawa terlebih dahulu.
Cita-cita mempersatukan Indonesia
sudah bisa dikatakan sebagai langkah awal menuju politik, karena cita-cita dan
persatuan nasional sudah menjadi dasar dan tujuan untuk mencapai kemerdekaan.
Jong Java pada mulanya hanyalah sebuah organisasi yang mempunyai tujuan untuk mempersatukan
pelajar Jawa dan masih bersifat primordialisme, sehingga perkembangannya hanya
mencakup Jawa saja. Namun dengan adanya perkembangan cita-cita persatuan
Indonesia, Jong Java mulai merubah pandangannya untuk ikut serta dalam politik
demi mencapai persatuan. Bergerak dalam dunia politik masih menjadi hal yang
belum biasa dilakukan Jong Java, dalam kongres-kongres yang telah
dilakukan Jong Java seperti dalam kongresnya ke V tahun 1922 yang melarang
anggota dari Jong Java menjalankan politik.
Sampai dengan adanya PPPI yang
membawa pengaruh untuk membujuk Jong Java untuk berfusi dan membentuk
organisasi yang lebih besar demi kemajuan dan menentukan nasib akan cita-cita
yang diidamkan, dengan diadakannya Kongres Pemuda I yang diprakarsai PPPI
menjadi salah satu pembuka pintu untuk melakukan persatuan dari berbagai
organisasi yang ada, sedangkan dalam Kongres Pemuda yang ke II mengahasilakn
Sumpah Pemuda yang menjadi buah pikir pertama menuju persatuan Indonesia. Pada
kongres Jong Java yang ke XI tahun 1928 akhirnya mereka melakukan fusi, jadi
dapat dikatakan realisasi dari Sumpah Pemuda adalah fusi dari
organisasi-organisasi kepemudaanyang ada.
Jong Java yang saat itu menjadi
organisasi besar dan mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap perkembangan nasional,
maka fusi tersebut menjadi jalan awal untuk membentuk suatu kesatuan dan hasil
dari fusi ini salah satunya adalah tercetuskannya Sumpah Pemuda yang mempunyai
pengaruh besar atas simbol persatuan bangsa, karena Sumpah Pemuda tersebut
merupakan hasil dari pemikiran-pemikiran para pemuda yang sudah terorganisir
dan menjadi langkah awal persatuan Indonesia.
Fusi yang dialakukan Jong Java
mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan nasionalisme, karena dengan
adanya fusi ini Jong Java tidak lagi berjuang sendiri untuk membentuk kesatuan,
meskipun Jong Java dengan adanya fusi ini dinyatakan bubar namun tidak serta
merta hilang bubar begitu saja, Jong Java tetap meneruskan tujuannya
namun dengan wadah yang berbeda yaitu Indonesia Muda. Aktifitas Jong Java
terhadap perkembangannya dapat di lihat dari keikutsertaannya dalam fusi
yang tujuannya unutuk membentuk persatuan Indonesia yang labih megarah ke
politik untuk mencapai kemerdekaan dan lepas dari Belanda.
Perkembangan
Indonesia Muda juga menjadi perkembangan dari semua organisasi kepemudaan yang
telah melebur menjadi satu seperti Jong Java, tujuan Indonesia Muda
mempererat persatuan dukalangan pelajar-pelajar, dan untuk mencapai tujuan ini
Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan memelihara
persatuan, meskipun para anggota dari Indonesia Muda tidak berpolitik namun itu
hanya kedok untuk mempertahankan Indonesia Muda untuk mewuudkan cita-cita
persatuan
numoang copy ya
BalasHapusNumpang informasi ya..
BalasHapusHai Guys mau kursus singkat Hotel langsung kerja???? Kini hadir Lansima Hotel Course ( LHC ). Penempatan kerja cepat & terjamin di hotel bertaraf internasional di dalam negeri dan di luar negeri seperti: Intercontinental Hotel, Oberoi Hotel, Moevenpick Hotel, Crown plaza Hotel dll. Info lanjut browse www.kursushotel.com Hubungi Sri Setianingsih 089693945521 atau E-mail ningsih@kursushotel.com Segera Raihlah Kesempatan Kerja & Karier di Hotel Internasional.